Minggu, 18 Mei 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CA LARING


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CA LARING


 



BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                       
  1. I.          LATAR BELAKANG
Kanker laring adalah keganasan pada laring. Kanker laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki. Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat.
Kanker laring dapat menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi tergantung stadium dan lokasinya. Pengangkatan kanker laring stadium IV membuat pasien bisa bertahan sampai 10 tahun, tetapi kalau sudah menyebar ke organ tubuh lain bisa menyebabkan kematian sebelum 10 tahun.
Menurut Meyer terdapat 12.000 kasus karsinoma laring setiap tahun di Amerika dan lebih dari 50% berasal dari pita suara, tetapi di Finlandia dan beberapa negara Eropa 2/3 bagian dari karsinoma laring merupakan karsinoma supraglotis sedang 113 bagiannya dari glotis. Bailey mendapatkan 75% dari karsinoma laring berasal dari pita suara. Di Indonesia, tumor laring di pita suara mencapai satu persen dari semua keganasan.
Di SMF THT RSUD Dr. Suetomo kami mendapatkan sebanyak 153 panderita (1991- 1995) dan 77 penderita (2000-2001). Sedangkan menurut laporan dari Bambang dkk. di Semarang (1972-1976), Empu dkk. diBandung (1975-1978), Sigit di Jakarta (1967-1979) dan Abdurrachman di Jakarta (1980-1984) masing-masing mendapatkan kasus sebanyak 69,35,162 dan 118.
(Robinson,2007) Kasus Ca Laring banyak terdapat di Indonesia dan juga dapat menyebabkan kematian, hal tersebutlah yang membuat penulis ingin mengangkat masalah tentang Ca laring dalam makalah ini yang akan dibahas dalam Bab – Bab berikut.L


  1. II.       TUJUAN
  • Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien tonsillitis ini
  • Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan bronchitis kronis. Maka mahasiswa/i diharapkan mampu :
  1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan tonsillitis
  2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan tonsillitis
  3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan tonsillitis
  4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan tonsillitis
  5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan tonsillitis

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

  1. I.             DEFENISI
Laring adalah organ suara yang terletak dibawah dan depan pharynx, serta ujung procsimal trachea.
Carcinoma adalah pertumbuhan ganas yang berasal dari sel epitel atau pertumbuhan jaringan yang abnormal (Kamus Keperawatan Edisi 17 Sre Itichlitt)
Ca. laring adalah adanya pertumbuhan ganas dijaringan epitel yang menggangu jaringan suara yang terletak diantara larynx atau di ujung prixsimal trachea. (Kamus Kedokteran . Dr. Heidra T. Kaksman)
Tracheostomy adalah fenetrasi (pembuatan lubang ) pada dinding anterior trachea dengan mengangkat kartilago dari cincin traghea katiga dan keempat sehingga terbentuk saluran nafas yang aman dengan bantuan pipe trakeostomi (Kamus Keparawatan, Edisi 17 Sre Itichlitt hal 440)
Ca. laring merupakan tumor yang ketiga menurut jumlah tumor ganas dibidang THT dan lebih bannyak terjadi pada pria berusia 50-70 tahun. Yang sering adalah jenis karsinoma sel skuamosa. (Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Hal : 136)
Karsinoma laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara ( laring ) atau daerah lain di tenggorokan. (K.D Jayanto, 2008)
Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang meliputi bagian supraglotik, glotis, dan subglotis. (Suddart and Brunner)
Jadi dapat disimpulkan bahwa karsinoma laring adalah suatu keganasan yang menyerang bagian leher tepatnya pada kotak suara (laring).

  1. II.          ETIOLOGI
    1. Belum diketahui pasti
    2. Faktor predisposisi merokok, alcohol, dan paparan sinar radio aktif (Kapita Selelcta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, hal : 136)
    3. Seseorang yang mengalami kanker dikepala dan dileher sering kali adalah seseorang yang menggunakan alcohol dan tembakau sebelum pembedahan. ( Buku Ajar. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2 hal. 1015)

  1. III.       PATOFISIOLOGI
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.
Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan.Terutama neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma sel skuamosa.
Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) menyebar dengan lambat.Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe.Bila kanker melibatkan epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi.
Tumor supraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan

  1. IV.       MANIFESTASI KLINIS
  • Nyeri tenggorok
  • Sulit menelan
  • Suara Serak
  • Hemoptisis dan batuk
  • Sesak nafas
  • Berat Badan turun

  1. V.          KLASIFIKASI
  • Ø Tumor Ganas Laring
  1. Glotis
Tis Karsinoma insitu
1.      T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.
2.      T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).
3.      T3 Tumor meliputi laring dan pira suara sudah terfiksir.
4.      T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.
  b.      Subglotis
        Tis karsinoma insitu
1.      T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis
2.      T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.
3.      T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
4.      T4 Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua-duanya.
c.       Metastasis Jauh (M)
1.      Mx Tidak terdapat/ terdeteksi
2.      M0 Tidak ada metastasis jauh
3.      M1 Terdapat metastasis jauh.
  • Stadium
  1. ST1 T1 N0 M0
Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior. Tumor terbatas pada daerah subglotis. Tidak ada metastasis jauh
  1. ST II T2 N0 M0
Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility). Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir. Tidak ada metastasis jauh
  1. STIII T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0
Tumor meliputi laring dan pira suara sudah terfiksir. Tidak ada metastasis jauh
  1. STIV T4 N0/N1 M0
         Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring. Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua-duanya.
  1. T1/T2/T3/T4 N2/N3
  2. T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1

  1. VI.       KOMPLIKASI
Berdasarkan pada data pengkajian. potensial komplikasi yang mungkin terjadi termasuk:
1. Distres pernapasan (hipoksia, obstruksi jalan napas, edema trakea)
2. Hemoragi
3. Infeksi

  1. VII.    PENATALAKSANAAN
Pada kasus karsinoma laring dapat dilakukan pengobatan dengan radiasi dan pengangkatan laring (Laringektomi).
Pengobatan dipilih berdasar stadiumnya.Radiasi diberikan pada stadium 1 dan 4. Alasannya mempunyai keuntungan dapat mempertahankan suara yang normal, tetapi jarang dapat menyembuhkan tumor yang sudah lanjut,lebih-lebih jika sudah terdapat pembesaran kelenjar leher.
Oleh karena itu radioterapi sebaiknya dipergunakan untuk penderita dengan lesi yang kecil saja tanpa pembesaran kelenjar leher. Kasus yang ideal adalah pada tumor yang terbatas pada satu pita suara, dan masih mudah digerakkan. Sembilan dari sepuluh penderita dengan keadaan yang demikian dapat sembuh sempurna dengan radioterapi serta dapat dipertahankannya suara yang normal.
Fiksasi pita suara menunjukkan penyebaran sudah mencapai lapisan otot. Jika tumor belum menyebar kedaerah supraglotik atau subglotik, lesi ini masih dapat diobati dengan radioterapi, tetapi dengan prognosis yang lebih buruk.
Penderita dengan tumor laring yang besar disertai dengan pembesaran kelenjar limfe leher, pengobatan terbaik adalah laringektomi total dan diseksi radikal kelenjar leher.Dalam hal ini masuk stadium 2 dan 3. Ini dilakukan pada jenis tumor supra dan subglotik.Pada penderita ini kemungkinan sembuh tidak begitu besar, hanya satu diantara tiga penderita akan sembuh sempurna.
Laringektomi diklasifikasikan kedalam :
  1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau.
  2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan satu salah.Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid.Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan.
  3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal.Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat.
  4. Laringektomi total. Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara – pencernaan.Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini.
Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis (Sawyer, 1990).
Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan esofagus (Esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring.Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.


BAB II
ASKEP TEORITIS

  1. I.             PENGKAJIAN
  2. Identitas Diri
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, kepercayaan, status pendidikan dan pekerjaan klien.
  1.  Identitas Penaggung jawab
Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, kepercayaan, status pendidikan dan pekerjaan penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
  1. Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien ca. Laring meliputi nyeri tenggorok. sulit menelan,sulit bernapas,suara serak,hemoptisis dan batuk ,penurunan berat badan, nyeri tenggorok, lemah.
  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya suara serak adalah hal yang akan Nampak pada pasien dengan kanker pada daerah glottis, pasien mungkin mengeluhkan nyeri dan rasa terbakar pada tenggorokan, suatu gumpalan mungkin teraba di belakang leher. Gejala lanjut meiputi disfagia, dispnoe, penurunan berat badan.
  1. Riwayat Penyakit Dahulu
    1. Tanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi kronis
    2. Tanyakan pola hidup klien (merokok, minum alkohol)
    3.  Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada klien apakah ada keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama. Atau adakah keluarga yang meninggal akibat penyakit ini

Pemeriksaan Fisik
  1. System pencernaan
Adanya Kesulitan menelan.
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, sakit menelan, sakit tenggorok yang menetap.Bengkak, luka. Inflamasi atau drainase oral, kebersihan gigi buruk. Pembengkakan lidah dan gangguan reflek.
  1. Neurosensori
Gejala : Diplopia (penglihatan ganda), ketulian.
Tanda : Hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan submandibular). Parau menetap atau kehilangan suara (gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik). Kesulitan menelan. Kerusakan membran mukosa
  1. System  Pernapasan
    1. Adanya benjolan di leher
    2. Asimetri leher
    3. Nyeri tekan pada leher
    4. Adanya pembesaran kelenjar limfe
    5. Dipsnoe
    6. sakit tenggorokan
    7. suara tidak ada

  1. Pemeriksaan Penunjang
    1. Laringoskop
Untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor.
  1. Foto thoraks
Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru.
  1. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
  1. Biopsi laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa




  1. II.          DIAGNOSA
    1. 1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan sebagian atau seluruh glotis, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi banyak dan kental.
    2. 2.      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan defisit anatomi (pengangkatan batang suara).
    3. 3.      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan serabut syaraf oleh sel-sel tumor
    4. 4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan saluran pencernaan.(disfagia)
    5. 5.      Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan suara,perubahan anatomi wajah dan leher.





  1. III.             INTERVENSI
Dx 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan sebagian atau seluruh glotis, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi banyak dan kental.
Tujuan : Klien akan mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
Kriteria hasil : Bunyi napas bersih dan jelas, tidak sesak, tidak sianosis,frekwensi napas normal.
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Awasi frekwensi atau kedalaman pernapasan. Auskultasi bunyi napas. Selidiki kegelisahan, dispnea, dan sianosis.
b.      Tinggikan kepala 30-45 derajat
c.       Dorong menelan bila pasien mampu.

d.      Berikan humidifikasi tambahan, contoh tekanan udara atau oksigen dan peningkatan masukan cairan.


e.       Awasi seri GDA atau nadi oksimetri, foto dada.
a.       perubahan pada pernapasan, adanya ronki,mengi,diduga adanya retensi sekret.
b.      memudahkan drainase sekret, kerja pernapasan dan ekspansi paru.
c.       mencegah pengumpulan sekret oral menurunkan resiko aspirasi. Catatan : menelan terganggu bila epiglotis diangkat atau edema paskaoperasi bermakna dan nyeri terjadi.
d.      fisiologi normal ( hidung) berarti menyaring atau melembabkan udara yang lewat.Tambahan kelembaban menurunkan mengerasnya mukosa dan memudahkan batuk atau penghisapan sekret melalui stoma.
e.       pengumpulan sekret atau adanya ateletaksis dapat menimbulkan pneumonia yang memerlukan tindakan terapi lebih agresif.

Dx 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan defisit anatomi (pengangkatan batang suara) dan hambatan fisik (selang trakeostomi).
Tujuan : Komunikasi klien akan efektif .
Kriteria hasil : Mengidentifikasi atau merencanakan pilihan metode berbicara yang tepat setelah sembuh
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Kaji atau diskusikan praoperasi mengapa bicara dan bernapas terganggu,gunakan gambaran anatomik atau model untuk membantu penjelasan.
b.      Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain seperti pendengaran dan penglihatan
c.       Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien misalnya papan dan pensil, papan alfabet atau gambar, dan bahasa isyarat.

d.      Konsul dengan anggota tim kesehatan yang tepat atau terapis atau agen rehabilitasi (contoh patologis wicara, pelayanan sosial, kelompok laringektomi) selama rehabilitasi dasar dirumah sakit sesuai sumber komunikasi (bila ada).
a.       untuk mengurangi rasa takut pada klien.



b.      adanya masalah lain mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.


c.       memungkingkan pasien untuk menyatakan kebutuhan atau masalah. Catatan : posisi IV pada tangan atau pergelangan dapat membatasi kemampuan untuk menulis atau membuat tanda.
d.      Kemampuan untuk menggunakan pilihan suara dan metode bicara (contoh bicara esofageal) sangat bervariasi, tergantung pada luasnya prosedur pembedahan, usia pasien, dan motivasi untuk kembali ke hidup aktif. Waktu rehabilitasi memerlukan waktu panjang dan memerlukan sumber dukungan untuk proses belajar.

Dx 3 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, pembengkakan jaringan,adanya selang nasogastrik atau orogastrik.
Tujuan : Nyeri klien akan berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri hilang, tidak gelisah, rileks dan ekpresi wajah ceria
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Sokong kepala dan leher dengan bantal.Tunjukkan pada pasienbagaimana menyokong leher selama aktivitas.



b.      Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan hati-hati bila tidak mampu menelan
c.       Catat indikator non verbal dan respon automatik terhadap nyeri. Evaluasi efek analgesik.
d.      Kolaborasi dengan pemberian analgesik, contoh codein, ASA, dan Darvon sesuai indikasi.
a.       kelemahan otot diakibatkan oleh reseksi otot dan saraf pada struktur leher dan atau bahu. Kurang sokongan meningkatkan ketidaknyamanan dan mengakibatkan cedera pada area jahitan.
b.      menelan menyebabkan aktivitas otot yang dapat menimbulkan nyeri karena edema atau regangan jahitan.
c.       alat menentukan adanya nyeri dan keefektifan obat

d.      derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh.Diharapkan dapat menurunkan atau menghilangkan nyeri.

Dx 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan jenis masukan makanan sementara atau permanen, gangguan mekanisme umpan balik keinginan makan, rasa, dan bau karena perubahan pembedahan atau struktur, radiasi atau kemoterapi.
Tujuan : Klien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Membuat pilihan diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu, menunjukkan peningkatan BB dan penyembuhan jaringan atau insisi sesuai waktunya
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Auskultasi bunyi usus

b.      Pertahankan selang makan, contoh periksa letak selang : dengan mendorongkan air hangat sesuai indikasi


c.       Ajarkan pasien atau orang terdekat teknik makan sendiri, contoh ujung spuit, kantong dan metode corong, menghancurkan makanan bila pasien akan pulang dengan selang makanan. Yakinkan pasien dan orang terdekat mampu melakukan prosedur ini sebelum pulang dan bahwa makanan tepat dan alat tersedia di rumah
d.      Berikan diet nutrisi seimbang (misalnya semikental atau makanan halus) atau makanan selang (contoh makanan dihancurkan atau sediaan yang dijual) sesuai indikasi.
a.       makan dimulai hanya setelah bunyi usus membik setelah operasi.
b.      selang dimasukan pada pembedahan dan biasanya dijahit.Awalnya selang digabungkan dengan penghisap untuk menurunkan mual dan muntah. Dorongan air untuk mempertahankan kepatenan selang.
c.       membantu meningkatkan keberhasilan nutrisi dan mempertahankan martabat orang dewasa yang saat ini terpaksa tergantung pada orang lain untuk kebutuhan sangat mendasar pada penyediaan makanan.



d.      macam-macam jenis makanan dapat dibuat untuk tambahan atau batasan faktor tertentu, seperti lemak dan gula atau memberikan makanan yang disediakan pasien

Dx 5 : Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan suara,perubahan anatomi wajah dan leher
Tujuan : Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif pada diri sendiri
Kriteria hasil : menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi positip dengan orang lain.Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang perubahan peran yang telah terjadi.Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup. Berpartisipasi dalam tim sebagai upaya melaksanakan rehabilitasi
INTERVENSI
RASIONAL
a.       Diskusikan arti kehilangan atau perubahan dengan pasien, identifikasi persepsi situasi atau harapan yang akan dating
b.      Catat bahasa tubuh non verbal, perilaku negatif atau bicara sendiri. Kaji pengrusakan diri atau perilaku bunuh diri
c.       Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, depresi, marah




d.      Kolaboratif dengan merujuk pasien atau orang terdekat ke sumber pendukung, contoh ahli terapi psikologis, pekerja sosial, konseling keluarga.
a.       alat dalam mengidentifikasi atau mengartikan masalah untuk memfokuskan perhatian dan intervensi secara konstruktif
b.      dapat menunjukkan depresi atau keputusasaan, kebutuhan untuk pengkajian lanjut atau intervensi lebih intensif
c.       pasien dapat mengalami depresi cepat setelah pembedahan atau reaksi syok dan menyangkal. Penerimaan perubahan tidak dapat dipaksakan dan proses kehilangan membutuhkan waktu untuk membaik
d.      pendekatan menyeluruh diperlukan untuk membantu pasien menghadapi rehabilitasi dan kesehatan. Keluarga memerlukan bantuan dalam pemahaman proses yang pasien lalui dan membantu mereka dalam emosi mereka. Tujuannya adalah memampukan mereka untuk melawan kecendrungan untuk menolak dari atau isolasi pasien dari kontak sosial.






BAB IV
PENUTUP

  1. I.       KESIMPULAN
Kanker merupakan massa jaringan abnormal tumbuh terus menerus, tidak pernah mati. Tumbuh dan tidak terkoordinasi dengan jaringan lain, akibatnya merugikan tubuh dimana ia tumbuh. Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan.
Penyebab utama dari kanker laring tidak diketahui. Kanker laring mewakili 1% dari semua kanker dan terjadi lebih sering pada pria, faktor-faktor penyebabnya adalah Tembakau, Alkohol dan efek kombinasinya, Ketegangan vocal, Laringitis kronis, Pemajanan industrial terhadap karsinogen, Defisiensi nutrisi (riboflavin) dan, Predisposisi keluarga

  1. II.    SARAN
  1. Untuk Klien dan Keluarga
Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai.
  1. Untuk Instansi
Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOPOROSIS


A.    KONSEP MEDIK
1.      Definisi
·           Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007).
·           Osteoporosis adalah penyakit metabolik dimana terjadi demineralisasi tulang yang menyebabkan penurunan densitas dan berikutnya menyebabkan fraktur. (Donna Ignatavicius, 2002).
2.      Klasifikasi
-            Osteoporosis primer : kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis. Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
a.    Tipe I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b.    Tipe II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
-            Osteoporosis sekunder : disebabkan karena kondisi medis, seperti hiperparatiroid, terapi obat jangka panjang seperti kortikodteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien dengan injuri spinal cord.
3.      Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :
·           Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
·           Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoietik.  Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
·           Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki alirah darah, dengan semikian maka kadar fosfatase alkali dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

4.      Etiologi
Faktor risiko :
-            Usia tua
-            Wanita
-            Kurus
-            Riwayat keluarga dengan osteoporosis
-            Diet rendah kalsium
-            Etnik kulit putih atau orang asia
-            Konsumsi alkohol berlebihan
-            Perokok
-            Gaya hidup inaktif
-            Penggunaan kortikosteroid, pengganti tiroid, heparin, sedativ long-acting, atau obat antikejang dalam jangka panjang
-            Postmenopause, termasuk menopause dini atau menopause akibat operasi
-            Riwayat anorexia nervosa atau bulimia, penyakit liver kronik, atau sindrom malabsorpsi
-            Konsumsi kafein berlebihan
-            Level testosteron rendah (hipogonadisme pada laki-laki)
5.      Manifestasi Klinis
Osteoporosis sering disebut “silent disease” karena kehilangan tulang timbul tanpa gejala. Seseorang tidak mengetahui ia mempunya osteoporosis sampai tulang mereka menjadi sangat lemah sehingga tiba-tiba berbunyi, berbenjol atau jatuh akibat fraktur panggul, vertebra, atau pergelangan tangan. Memendeknya vertebra dapat didahului dengan nyeri punggung, penurunan tinggi badan, atau deformitas spinal seperti kiposis, atau bungkuk.
6.      Test Diagnostik dan Laboratorium
-            X-ray
-            Bone Mineral Density (BMD) : untuk mengukur densitas tulang
-            Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase
-            Quantitative ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan gelombang suara
7.      Penatalaksanaan Medis
-            Therapi estrogen
-            Suplemen ca & vitamin D
-            Pemberian kalcitonin
-            Olah raga cukup
-            Kontak sinar matahari
-            Penyebab sekunder dicari dan diatasi
-            Hindari rokok, kopi, alkohol.
B.     Konsep Keperawatan
1.      Pengkajian
a.    Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-             Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
-             Kebiasaan minum alkohol, kafein
-             Riwayat keluarga dengan osteoporosis
-             Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
-             Penggunaan steroid
b.   Pola nutrisi metabolik
-             Inadekuat intake kalsium
c.    Pola aktivitas dan latihan
-             Fraktur
-             Badan bungkuk
-             Jarang berolah raga
d.   Pola tidur dan istirahat
-             Tidur terganggu karena nyeri
e.    Pola persepsi kognitif
-             Nyeri punggung
f.    Pola reproduksi seksualitas
-             Menopause
g.   Pola mekanisme koping terhadap stres
-             Stres, cemas karena penyakitnya
2.      Diagnosa Keperawatan
a.    Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
b.   Nyeri b.d adanya fraktur
c.    Konstipasi b.d imobilitas
d.   Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
3.      Perencanaan
1)        Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
       HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
       Intervensi:
a.    Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas  bahaya bagi klien.
     R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan fraktur.
b.    Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
      R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia.
c.    Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan  cegah klien dari pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
      R/. Benturan  yang  keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah  rapuh, porus dan kehilangan kalsium.
d.   Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan  tidak mengangkat beban yang berat.
     R/.  Gerakan tubuh yang cepat  dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien dengan osteoporosis
e.    Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut.
      R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
f.     Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
     R/. kafein m berlebihan meningkat  pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine; alkohol   berlebihan meningkatkan asidosis,  meningkatkan reabsorpsi  tulang.
g.    Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
      R/. rokok meningkatkan asidosis
2)        Nyeri b.d adanya fraktur.
       HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri berkurang sampai hilang.
       Intervensi:
a.    Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
     R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
b.    Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
     R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
c.    Beri kasur  padat dan tidak lentur.
     R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
d.   Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
     R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
e.    Berikan kompres hangat  intermiten dan pijatan punggung.
     R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
f.     Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
     R/. Gerakan  tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
g.    Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
h.    Pasang  korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
i.      Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
j.      Opioid  oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.
3.        Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi.
       HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
       Intervensi:
a.    Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
b.    Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
c.    Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
d.   Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena  bila terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka  pasien dapat mengalami ileus.
e.    Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi
4.        Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
       HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan program tindakan
       Intervensi:
a.         Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
b.        Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
c.         Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
d.        Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti  Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
e.         Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
f.         Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai dapat  meminimalkan efek oesteoporosis.
g.        Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.