A. Definisi
Katarak
Katarak
menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi
protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan
lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang
(Corwin, 2000).
B. Etiologi
Katarak
Berbagai macam
hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh
faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun
lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera
mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan
obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan
oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan
oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolisme,
proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan
sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid
dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi
oleh faktor genetik (Admin,2009).
C. Patofisiologi
D. Manifestasi
Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan
katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi
kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam akan
tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
2. Pada
akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti
terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
ü Peka terhadap sinar atau cahaya.
ü Dapat melihat dobel pada satu mata
(diplobia).
ü Memerlukan pencahayaan yang terang
untuk dapat membaca.
ü Lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu.
ü Kesulitan melihat pada malam hari
ü Melihat lingkaran di sekeliling
cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
ü Penurunan ketajaman penglihatan (
bahkan pada siang hari )
E. Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan
menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum
berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu
pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis,
penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa
penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo
kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela
pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali
pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif,
mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital
ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi
mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak
Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya
3. Katarak
Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
(Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a) Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien)
kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan.
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak
sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
b) Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut,
terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh
lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah
cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana
mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris
kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c) Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan
terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui
kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong
ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang
pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran
menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan
terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d)
Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair
sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks
ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni).
Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan
maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4) Katarak
Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5) Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat
sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak
pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik
dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari
65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik
Katarak (Ilyas, 2001)
Insipien
|
Imatur
|
Matur
|
Hipermatur
|
|
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Cairan Lensa
|
Normal
|
Bertambah
|
Normal
|
Berkurang
|
Iris
|
Normal
|
Terdorong
|
Normal
|
Tremulans
|
Bilik mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Shadow test
|
(-)
|
(+)
|
(-)
|
+/-
|
Visus
|
(+)
|
<
|
<<
|
<<<
|
Penyulit
|
(-)
|
Glaukoma
|
(-)
|
Uveitis+glaukoma
|
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1. Katarak Inti ( Nuclear
)
Merupakan
yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah
dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai
dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
3. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat
pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid
dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat
terlihat pada kedua mata.
F. Penatalaksanaan
katarak
Gejala-gejala yang timbul pada
katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan menggunakan kacamata,
lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan
cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak
merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata, tetapi tidak
semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu
dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan
penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea
(disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris :
Cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3. Koroid : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari
ujung otot silier
ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan.
Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid
disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan
glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah
operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang
mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu
kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata, ed. 3). Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial : Jika pasien mengeluh adanya gangguan
penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optic : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan
hitung jari dari jarak 3m didapatkan
hasil visus 3/60.
Ada beberapa jenis operasi yang
dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract
Extraction)
Yaitu
dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya
itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE
(Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
- Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
- Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes
mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan
setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual
dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan
membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan
kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal.
Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada
kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari
operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat
maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak
dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang
keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
G. Pemeriksaan Fisik
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan intraokuler.
Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sitematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea, kamera anterior, iris, dan pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah :
a. Melakukan obsevasi keadaan umum mata dari jauh.
b. Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata diinspeksi warna, keadaan kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu mata.
c. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya benda asing.
H. PemeriksaanDiagnostik
1. Kartu
mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan)
2. Lapang
penglihatan
3. Pengukuran
tonografi
4. Test
provokatif
5. Pemeriksaanoftalmoskopi
6. Darah
lengkap, laju sedimentasi (LED)
7. Test
toleransi glaukosa/ FBS
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dari
penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan
strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan
menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.
J. Pencegahan Katarak
a. Mengontrol
penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor yang
mempercepat terbentuknya katarak.
b. Menggunakan
kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi
jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
c. Berhenti merokok
bisa mengurangi resiko terjadinya katarak.
d. Mengkonsumsi
buah-buahan yang banyak mengandung vit C, vit A dan vit E
1.
Asuhan keperawatan katarak
PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Nama klien : Tn. B
Umur :
45 Tahun
Diagnosa Medik : Katarak
Tanggal Masuk : 13 – 05 - 2013
Alamat :
Kampung rawa
Suku : Sulawesi
Agama :
islam
Pekerjaan :
PNS
Status perkawinan: Menikah
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh penglihatan kabur seperti
berawan, padahal Tn. B sudah menggunakan kaca mata plus 1dan minus 2,5 pada
obita dextra dan sinistra. Pemeriksaan fisik dengan Opthalmoscope bagian kornea
ada selaput putih. Sudah 2 tahun ini Tn. B dinyatakan menderita diabetes
mellitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Oleh dokter spesialis mata
Tn. B dinyatakan katarak. Tn. B dipersiapkan untuk dilakukan operasi katarak 2
hari lagi jika kadar gula darahnya sudah normal. TTV saat ini
a. TD : 140/90 mmhg
b. Nadi : 84 x/menit
c. Suhu : 37,40 C
d. RR : 24x/menit
DATA FOKUS
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
1.
Klien
mengatakan penglihatan kabur seperti
berawan, padahal sudah menggunakan
kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra.
2.
Klien
mengatakan sudah 2 tahun ini mempunyai Diabetes Melitus, dan menjalankan
pengobatan secara teratur
3.
Klien mengatakan
tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
4.
Kemungkinan klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk
operasinya.
5.
Kemungkinan
klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
6.
Kemungkinan
klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
7.
Kemungkinan
klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
8.
Kemungkinan
klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan.
9.
Kemungkinan
klien mengatakan takut akan kondisinya.
10.
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
11.
Kemungkinan
klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya.
12.
Kemungkinan
klien mengatakan gelisah
13.
Kemungkinan
klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
14.
apakah sembuh/tidak.
15.
Kemungkinan
klien mengatakan pada bagian mata nyeri.
16.
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahan terhadap nyerinya.
17.
Kemungkinan
klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian.
18.
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
19.
Kemungkinan klien mengatakan berasal dari
keluarga kurang mampu.
|
1.
Hasil
pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
2.
Vital sign :
a)
TD : 140/90 mmHg
b)
N: 84x/menit
c) T :37,4 0c
d) RR: 24x/menit
3. Hasil pemeriksaan : BB : 78 kg dan
4. GDS terakhir 210
5. Kemungkinan klien
terlihat sulit untuk beraktivitas.
6. Kemungkinan klien wajahnya tampak gelisah
7. Kemungkinan klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
8. Kemungkinan klien terlihat bingung.
9. Kemungkinan klien terlihat cemas.
10. Kemungkinan klien terlihat takut
11. Kemungkinan klien terlihat tegang.
12. Kemungkinan klien terlihat
memfokuskan pada dirinya sendiri.
13. Kemungkinan skla nyeri (6)
14. Kemungkinan klien terlihat menahan
rasa sakit.
15. Kemungkinan klien terlihat
merintih kesakitan ( nyeri )
16. Kemungkinan terlihat pada bagian
luka oprasi klien terdapat kemerahan.
17. Kemungkinan terlihat pada bagian
luka klien mengalami iritasi.
18. Kemungkinan klien dan keluarganya
tampak masih bingung dengan perawatan luka post operasi.
|
ANALISA DATA
No.
|
Tanggal Ditemukan
|
Data Fokus
|
Masalah Keperawatan
|
Etiologi
|
Paraf
|
PRE OPERASI
|
|||||
1
|
DS :
·
Klien
mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn.B sudah menggunakan
kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·
Kemungkinan
klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·
Kemungkinan
klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·
Kemungkinan
klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
·
Kemungkinan
klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
DO:
·
Hasil
pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
·
Kemungkinan klien terlihat sulit untuk beraktivitas.
|
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan.
|
Gangguan
penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
|
||
2
|
DS
·
Klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk operasinya.
·
Kemungkinan
klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya
·
Kemungkinan
klien mengatakan gelisah
·
Kemungkinan
klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
DO
·
Kemungkinan
terlihat wajah klien tampak gelisah.
·
Kemungkinan
klien terlihat tegang.
·
Kemungkinan
klien terlihat memfokuskan pada diri sendiri.
·
Kemungkinan klien terlihat cemas.
·
Kemungkinan
klien terlihat takut
|
Ansietas.
|
Perubahan
pada status kesehatan.
|
||
3
|
DS :
·
Klien
mengatakan tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
·
Kemungkinan
klien mengatakan takut akan kondisinya.
·
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
·
Kemungkinan
klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya apakah sembuh/tidak
DO:
·
Kemungkinan
wajah tampak gelisah
·
Kemungkinan
klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
·
Kemungkinan
klien terlihat bingung.
|
Kurang Pengetahuan.
|
kurang
informasi tentang penyakit.
|
||
POST OPERASI
|
|||||
4
|
DS :
·
Kemungkinan
klien mengatakan nyeri pada bagian mata pasca operasi.
·
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahan ternhadap nyerinya
DO :
·
Vital sign :
a) TD : 140/90 mmHg
b) N: 84x/menit
c) T :37,4 0c
d) RR: 24x/menit
·
Kemungkinan
skla nyeri (6)
·
Kemungkinan
klien terlihat menahan rasa sakit.
·
Kemungkinan
klien terlihat merintih kesakitan ( nyeri )
|
Nyeri.
|
Luka pasca operasi.
|
||
5
|
DS
·
Klien
mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal sudah menggunakan kaca
mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·
Kemungkinan
klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·
Kemungkinan
klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·
Kemungkinan
klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
|
Resiko tinggi terhadap cidera.
|
Keterbatasan penglihatan.
|
||
6
|
DS :
·
Kemungkinan
klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian
DO :
·
Vital sign :
a)
TD : 140/90 mmHg
b)
N: 84x/menit
c)
T :37,4 0c
d)
RR: 24x/menit
|
Risiko
infeksi.
|
Prosedur invasif (operasi katarak).
|
||
7
|
DS :
·
Kemungkinan
klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
·
Kemungkinan klien mengatakan berasal dari
keluarga kurang mampu.
DO :
·
Kemungkinan
klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka post
operasi.
|
Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan regimen terapeutik.
|
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa keperawatan
|
Tanggal ditemukan
|
Tanggal Teratasi
|
1.
|
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai
dengan menurunnya ketajaman.
|
12 – 05 /
2013
|
15 – 05 /
2013
|
2.
|
Ansietas
b.d Perubahan pada status kesehatan.
|
12 – 05 /
2013
|
15 – 05 /
2013
|
3.
|
Kurang
pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit
|
12 – 05 /
2013
|
12 – 05 /
2013
|
4.
|
Nyeri
b.d Luka pasca operasi.
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
5.
|
Resiko tinggi
terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
6.
|
Risiko
infeksi b.d Prosedur invansif ( operasi katarak )
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
7.
|
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
|
15 – 05 /
2013
|
18 – 05 /
2013
|
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai
dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah presepsi sensori penglihatan teratasi
|
· Mengenal gangguan sensori danber
kompensasi terhadap perubahan.
· Mengidentifikasi/memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan.
|
1.
Kaji
ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
2.
Orientasikan
klien tehadaplingkungan.
3.
Observasi
tanda-tandadisorientasi.
4.
Pendekatan
dari sisi yangtak dioperasi, bicaradengan menyentuh.
5.
Ingatkan
klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih
25%, penglihatan perifer hilang.
6.
Letakkan
barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang
sehat.
|
1.
Kebutuhan
tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilanganpenglihatan
terjadi lambatdan progresif.
2.
Memberikan
peningkatankenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan
disorientasipasca operasi.
3.
Terbangun
dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalamiketerbatasan
penglihatandapat mengakibatkankebingungan terhadap orang tua.
4.
Memberikan
rangsangsensori tepat terhadapisolasi dan menurunkanbingung.
5.
Perubahan
ketajaman dankedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan
meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6.
Memungkinkan
pasienmelihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan
biladiperlukan.
|
2.
|
Ansietas
b.d Perubahan pada status kesehatan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: tidak terjadi kecemasan pada klien dan tidak ada perubahan status
kesehatan.
|
· Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan
rasa cemas/takutnya.
· Pasien tampak rileks tidak
tegangdan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat
diatasi.
|
1.
Kaji
tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
2.
Beri
kesempatan pasien untuk mengungkapkan isipikiran dan perasaan takutnya.
3.
Observasi
tanda vital danpeningkatan respon fisik pasien.
4.
Beri
penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapandan akibatnya.
5.
Lakukan
orientasi danperkenalan pasienterhadap ruangan,petugas, dan peralatanyang
akan digunakan.
6.
Beri
penjelasan dansuport pada pasien padasetiap melakukan prosedurtindakan.
|
1.
Derajat
kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh
individu.
2.
Mengungkapkan
rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3.
Mengetahui
respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4.
Meningkatkan
pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5.
Mengurangi
kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.
6.
Mengurangi
perasaan takutdan cemas.
|
3.
|
Kurang
pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
:
Klien lebih mengerti akan penyakitnya
|
· Klien menyatakan pemahaman
mengenai kondisi/proses penyakit & pengobatan.
|
1. Kaji informasi tentang kondisi individu, prgnosis,
tipe prosedur/lensa.
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata
yang dijual bebas.
3. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri
tahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
4. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip;
mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup
hidung.
|
1. meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama
dengan perawat.
2. Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang
diberikan.
3. pengawasan periodik menurunkan risiko komplikasi
serius.
4. aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang,
manuver Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan
mencetuskan perdarahan.
|
4.
|
Nyeri
b.d Luka pasca operasi.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
|
· Nyeri berkuran.
· Klien terlihat lebih rileks
|
1. Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi dan
intensitas nyeri, rentang skala.
2. Pantau TTV.
3. Berikan tindakan kenyamanan.
4. Beritahu pasien bahwa wajar saja , meskipun lebih
baik untuk meminta analgesik segera setelah ketidaknyamanan menjadi
dilaporkan.
Kolaborasi :
5. Berikan obat sesuai indikasi
|
1. Nyeri dirasakan dimanifestasikan dan ditoleransi
secara individual.
2. Kecepatan jantung biasanya meningkat karena nyeri.
3. meningkatkan relaksasi.
4. adanya nyeri menyebabkan tegangan otot yang
menggangu sirkulasi memperlambat proses penyembuhan dan memperberat nyeri.
5. Rasionalisasi : Untuk mengontrol nyeri adekuat dan
menurunkan tegangan.
|
5.
|
Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan
penglihatan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: cedera dapat dicegah
|
· Menyatakan pemahaman factor yang
terlibat dalam kemungkinancedera
· Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkan keamanan
|
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata.
2. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi atau miring ke sisi yang tak
sakit sesuai keinginan.
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
4. Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anastesi.
|
1. Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam
pembatasan yang diperlukan.
2. Istirahat hanya beberapa menit sampai
beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi
komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko
perdarahan atau stres pada jahitan/jahitan terbuka.
3. Menurunkan stres pada area operasi/menurunkan
TIO.
4. Memerlukan sedikit regangan daripada
penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
|
6.
|
Risiko
infeksi b.d efek samping prosedur invasive.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
: tidak terjadi infeksi.
|
· Tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti kemerahan dan iritasi.
|
1.
Diskusikan
pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata.
2.
Gunakan
/ tunjukkan tekhnik yang tepat untuk membersihkan bola mata.
3.
Tekankan
pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata yang dioperasi.
4.
Berikan
obat sesuai indikasi.
Kolaborasi
:
5.
Berikan
obat sesuai indikasi.
|
1.
Menurunkan
jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2.
Tekhnik
aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3.
Mencegah
kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4.
Digunakan
untuk menurunkan inflamasi.
5.
Sediaan
topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila
terjadi infeksi.
|
7.
|
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung. Yang ditandai dengan, pertanyan atau peryataan salah
konsepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat
dicegah
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan: perawatan rumah berjalan efektif.
|
· Klien mampu mengidentifikasi kegiatan
keperawatan rumah (lanjutan) yang diperlukan
· Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi
klien dalam melakukan perawatan
|
1.
Kaji
tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
2.
Terangkan
cara penggunaan obat-obatan.
3.
Berikan
kesempatan bertanya.
4.
Tanyakan
kesiapan klien paska hospitalisasi.
5.
Identifikasi
kesiapan keluarga dalam perawatan diri klien paska hospitalisasi.
6.
Terangkan
berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.
|
1.
Sebagai
modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan di rumah.
2.
Klien
mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
3.
Meningkatkan
rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta hal-hal yang
mungkin belum dipahami.
4.
Respon
verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan hospitalisasi.
5.
Kesiapan
keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan, pembagian
peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan kesehatan.
6.
Kondisi
yang harus segera dilaporkan :
• Nyeri pada dan disekitar mata,
sakit kepala menetap.
• Setiap nyeri yang tidak berkurang
dengan obat pengurang nyeri.
• Nyeri disertai mata merah,
bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari mata.
• Nyeri dahi mendadak.
• Perubahan ketajaman penglihatan,
kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang penglihatan,
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar