Senin, 19 Mei 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KATARAK

A.  Definisi Katarak
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
B.  Etiologi Katarak
      Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1.     Usia lanjut dan proses penuaan
2.     Congenital atau bisa diturunkan.
3.     Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan   beracun lainnya.  
4.   Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)       dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).  
      Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1.     Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2.  Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan        metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3.     Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4.   Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti            kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5.     Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
C. Patofisiologi 
           

D.  Manifestasi Klinis
            Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1.  Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2.      Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
            Gejala objektif biasanya meliputi:
1.   Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam    akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil         mata seakan akan bertambah putih.
2.   Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi: 
1.    Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2.    Gangguan penglihatan bisa berupa:
ü  Peka terhadap sinar atau cahaya.
ü  Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
ü  Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
ü  Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
ü  Kesulitan melihat pada malam hari
ü  Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
ü  Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
 E.       Klasifikasi Katarak
            Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1.  Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
             Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2.   Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3.  Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
              a)   Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
             b)    Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c)    Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d)   Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4)  Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
      Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5)  Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
Visus
(+)
<< 
<<< 
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1.   Katarak Inti ( Nuclear )
      Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2.   Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
3.   Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
F. Penatalaksanaan katarak
                   Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
                  Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1.    Iris                         : Cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2.    Badan silier           : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3.   Koroid                   : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1.  Indikasi sosial  : Jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam                                                   melakukan rutinitas pekerjaan.
2.         Indikasi medis            : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3.      Indikasi optic        : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3m                                   didapatkan hasil visus 3/60.
            Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
      Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2.   ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
    1. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
    2. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
G. Pemeriksaan Fisik

    Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan  mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat)  tingkat tekanan intraokuler.
       Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sitematis, biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu, kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea, kamera anterior, iris, dan pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah  :
a.   Melakukan obsevasi keadaan umum mata dari jauh.
b.  Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata              diinspeksi warna, keadaan  kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu       mata.
c.  Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya  benda asing.


H. PemeriksaanDiagnostik

1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral   penglihatan)                  
2.    Lapang penglihatan   
3.    Pengukuran tonografi           
4.    Test provokatif                      
5.    Pemeriksaanoftalmoskopi
6.    Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) 
7.    Test toleransi glaukosa/ FBS
I.  Komplikasi
            Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu :  nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.

J.  Pencegahan Katarak
a.   Mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor yang mempercepat terbentuknya katarak.
b.   Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi  jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
c.    Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak.
d.    Mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit C, vit A dan vit E
1.    Asuhan keperawatan katarak
            PENGKAJIAN
1.      Data Demografi
Nama klien           : Tn. B
Umur                    : 45 Tahun
Diagnosa Medik   : Katarak
Tanggal Masuk     : 13 – 05 - 2013
Alamat                 : Kampung rawa
Suku                     :  Sulawesi
Agama                  : islam
Pekerjaan              : PNS
Status perkawinan: Menikah
2.      Riwayat Penyakit
a.    Keluhan Utama
Klien mengeluh penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn. B sudah menggunakan kaca mata plus 1dan minus 2,5 pada obita dextra dan sinistra. Pemeriksaan fisik dengan Opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih. Sudah 2 tahun ini Tn. B dinyatakan menderita diabetes mellitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Oleh dokter spesialis mata Tn. B dinyatakan katarak. Tn. B dipersiapkan untuk dilakukan operasi katarak 2 hari lagi jika kadar gula darahnya sudah normal. TTV saat ini
a. TD :  140/90 mmhg
b. Nadi : 84 x/menit
c. Suhu : 37,40 C
d. RR : 24x/menit
DATA FOKUS
Data Subjektif
Data Objektif
1.      Klien mengatakan  penglihatan kabur seperti berawan, padahal  sudah menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra.
2.      Klien mengatakan sudah 2 tahun ini mempunyai Diabetes Melitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur
3.      Klien mengatakan  tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
4.      Kemungkinan klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk operasinya.
5.      Kemungkinan klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
6.      Kemungkinan klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
7.      Kemungkinan klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
8.      Kemungkinan klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan.
9.      Kemungkinan klien mengatakan takut akan kondisinya.
10.  Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
11.  Kemungkinan klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya.
12.  Kemungkinan klien mengatakan gelisah
13.  Kemungkinan klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
14.   apakah sembuh/tidak.
15.  Kemungkinan klien mengatakan pada bagian mata nyeri.
16.  Kemungkinan klien mengatakan tidak tahan terhadap nyerinya.
17.  Kemungkinan klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian.
18.  Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
19.  Kemungkinan klien mengatakan berasal dari keluarga kurang mampu.
1.      Hasil pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
2.      Vital sign :
a)      TD    : 140/90 mmHg
b)      N: 84x/menit
c)      T       :37,4 0c
d)     RR: 24x/menit
3.      Hasil pemeriksaan :  BB : 78 kg dan
4.      GDS terakhir 210
5.      Kemungkinan klien terlihat sulit untuk beraktivitas.
6.      Kemungkinan klien wajahnya tampak gelisah
7.      Kemungkinan klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
8.      Kemungkinan klien terlihat bingung.
9.      Kemungkinan klien terlihat cemas.
10.  Kemungkinan klien terlihat takut
11.  Kemungkinan klien terlihat tegang.
12.  Kemungkinan klien terlihat memfokuskan pada dirinya sendiri.
13.  Kemungkinan skla nyeri (6)
14.  Kemungkinan klien terlihat menahan rasa sakit.
15.  Kemungkinan klien terlihat merintih kesakitan ( nyeri )
16.  Kemungkinan terlihat pada bagian luka oprasi klien terdapat kemerahan.
17.  Kemungkinan terlihat pada bagian luka klien mengalami iritasi.
18.  Kemungkinan klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka post operasi.
ANALISA DATA
No.
Tanggal Ditemukan
Data Fokus
Masalah Keperawatan
Etiologi
Paraf
PRE OPERASI
1
DS :
·         Klien mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn.B sudah menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·         Kemungkinan klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·         Kemungkinan klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·         Kemungkinan klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata
·         Kemungkinan klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
DO:
·         Hasil pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
·         Kemungkinan klien terlihat sulit untuk beraktivitas.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan.
Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
2
DS
·         Klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk operasinya.
·         Kemungkinan klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya
·         Kemungkinan klien mengatakan gelisah
·         Kemungkinan klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
DO
·         Kemungkinan terlihat wajah klien tampak gelisah.
·         Kemungkinan klien terlihat tegang.
·         Kemungkinan klien terlihat memfokuskan pada diri sendiri.
·         Kemungkinan klien terlihat cemas.
·         Kemungkinan klien terlihat takut
Ansietas.
Perubahan pada status kesehatan.
3
DS :
·         Klien mengatakan tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
·         Kemungkinan klien mengatakan takut akan kondisinya.
·         Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
·         Kemungkinan klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya apakah sembuh/tidak
DO:
·         Kemungkinan wajah tampak gelisah
·         Kemungkinan klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama.
·         Kemungkinan klien terlihat bingung.
Kurang Pengetahuan.
kurang informasi tentang penyakit.
POST OPERASI
4
DS :
·         Kemungkinan klien mengatakan nyeri pada bagian mata pasca operasi.
·         Kemungkinan klien mengatakan tidak tahan ternhadap nyerinya
DO :
·         Vital sign :
a)      TD    : 140/90 mmHg
b)      N: 84x/menit
c)      T       :37,4 0c
d)     RR: 24x/menit
·         Kemungkinan skla nyeri (6)
·         Kemungkinan klien terlihat menahan rasa sakit.
·         Kemungkinan klien terlihat merintih kesakitan ( nyeri )
Nyeri.
Luka pasca operasi.
5
DS
·         Klien mengatakan penglihatan kabur seperti berawan, padahal sudah menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra
·         Kemungkinan klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas
·         Kemungkinan klien mengatakan penglihatannya tidak jelas
·         Kemungkinan klien mengatakan jika melihat sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan
Resiko tinggi terhadap cidera.
Keterbatasan penglihatan.
6
DS :
·         Kemungkinan klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari kemudian
DO :
·         Vital sign :
a)      TD    : 140/90 mmHg
b)      N: 84x/menit
c)      T       :37,4 0c
d)     RR: 24x/menit
Risiko infeksi.
Prosedur invasif (operasi katarak).
7
DS :
·         Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
·         Kemungkinan klien mengatakan berasal dari keluarga kurang mampu.
DO :
·         Kemungkinan klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka post operasi.
Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan regimen terapeutik.
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No.
Diagnosa keperawatan
Tanggal ditemukan
Tanggal Teratasi
1.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman.
12 – 05 / 2013
15 – 05 / 2013
2.
Ansietas b.d Perubahan pada status kesehatan.
12 – 05 / 2013
15 – 05 / 2013
3.
Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit
12 – 05 / 2013
12 – 05 / 2013
4.
Nyeri b.d Luka pasca operasi.
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
5.
Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
6.
Risiko infeksi b.d Prosedur invansif ( operasi katarak )
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
7.
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
15 – 05 / 2013
18 – 05 / 2013
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman penglihatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah presepsi sensori penglihatan teratasi
·   Mengenal gangguan sensori danber kompensasi terhadap perubahan.
·   Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
1.   Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
2.   Orientasikan klien tehadaplingkungan.
3.   Observasi tanda-tandadisorientasi.
4.   Pendekatan dari sisi yangtak dioperasi, bicaradengan menyentuh.
5.   Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan perifer hilang.
6.   Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang sehat.
1.   Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilanganpenglihatan terjadi lambatdan progresif.
2.   Memberikan peningkatankenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasipasca operasi.
3.   Terbangun dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalamiketerbatasan penglihatandapat mengakibatkankebingungan terhadap orang tua.
4.   Memberikan rangsangsensori tepat terhadapisolasi dan menurunkanbingung.
5.   Perubahan ketajaman dankedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6.   Memungkinkan pasienmelihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan biladiperlukan.
2.
Ansietas b.d Perubahan pada status kesehatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : tidak terjadi kecemasan pada klien dan tidak ada perubahan status kesehatan.
·   Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
·   Pasien tampak rileks tidak tegangdan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
1.   Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
2.   Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isipikiran dan perasaan takutnya.
3.   Observasi tanda vital danpeningkatan respon fisik pasien.
4.   Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapandan akibatnya.
5.   Lakukan orientasi danperkenalan pasienterhadap ruangan,petugas, dan peralatanyang akan digunakan.
6.   Beri penjelasan dansuport pada pasien padasetiap melakukan prosedurtindakan.
1.   Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2.   Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3.   Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4.   Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5.   Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.
6.   Mengurangi perasaan takutdan cemas.
3.
Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan :
Klien lebih mengerti akan penyakitnya
·   Klien menyatakan pemahaman mengenai kondisi/proses penyakit & pengobatan.
1.   Kaji informasi tentang kondisi individu, prgnosis, tipe prosedur/lensa.
2.   Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
3.   Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
4.   Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip; mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung.
1.   meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan perawat.
2.   Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
3.   pengawasan periodik menurunkan risiko komplikasi serius.
4.   aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang, manuver Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan perdarahan.
4.
Nyeri b.d Luka pasca operasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
·   Nyeri berkuran.
·   Klien terlihat lebih rileks
1.   Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi dan intensitas nyeri, rentang skala.
2.   Pantau TTV.
3.   Berikan tindakan kenyamanan.
4.   Beritahu pasien bahwa wajar saja , meskipun lebih baik untuk meminta analgesik segera setelah ketidaknyamanan menjadi dilaporkan.
Kolaborasi :
5.   Berikan obat sesuai indikasi
1.   Nyeri dirasakan dimanifestasikan dan ditoleransi secara individual.
2.   Kecepatan jantung biasanya meningkat karena nyeri.
3.   meningkatkan relaksasi.
4.   adanya nyeri menyebabkan tegangan otot yang menggangu sirkulasi memperlambat proses penyembuhan dan memperberat nyeri.
5.   Rasionalisasi : Untuk mengontrol nyeri adekuat dan menurunkan tegangan.
5.
Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : cedera dapat dicegah
·   Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinancedera
·   Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
1.   Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
2.   Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
3.   Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
4.   Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi.
1.   Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2.   Istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko perdarahan atau stres pada jahitan/jahitan terbuka.
3.   Menurunkan stres pada area operasi/menurunkan TIO.
4.   Memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
6.
Risiko infeksi b.d efek samping prosedur invasive.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : tidak terjadi infeksi.
·   Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan iritasi.
1.   Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata.
2.   Gunakan / tunjukkan tekhnik yang tepat untuk membersihkan bola mata.
3.   Tekankan pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata yang dioperasi.
4.   Berikan obat sesuai indikasi.
Kolaborasi :
5.   Berikan obat sesuai indikasi.
1.   Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2.   Tekhnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3.   Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4.   Digunakan untuk menurunkan inflamasi.
5.   Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.
7.
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung. Yang ditandai dengan, pertanyan atau peryataan salah konsepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan: perawatan rumah berjalan efektif.
·  Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan rumah (lanjutan) yang diperlukan
·  Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam melakukan perawatan
1.   Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
2.   Terangkan cara penggunaan obat-obatan.
3.   Berikan kesempatan bertanya.
4.   Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.
5.   Identifikasi kesiapan keluarga dalam perawatan diri klien paska hospitalisasi.
6.   Terangkan berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.
1.   Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan di rumah.
2.   Klien mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
3.   Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta hal-hal yang mungkin belum dipahami.
4.   Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan hospitalisasi.
5.   Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan, pembagian peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan kesehatan.
6.   Kondisi yang harus segera dilaporkan :
  Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala menetap.
  Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
  Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari mata.
  Nyeri dahi mendadak.
  Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang penglihatan,
DAFTAR PUSTAKA
             Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta